Malam itu Fritz menerogoh dompetnya. Ia hanya menemukan sedikit keping uang.
Baru saja ia menerima telepon dari rumah sakit. Ia mendapat kabar, adik perempuannya kecelakaan. Lukanya tidak parah, tetapi dokter menyarankan agar ia menginap.
Setelah mengenakan jaket tebal penahan dingin, Fritz segera memanggil taksi. Ia akan menengok adiknya. Sekali lagi dihitungnya uangnya. Setelah di potong biaya taksi, hanya ada sisa sedikit. Fritz memutuskan sisa itu akan dibelikan bunga.
Sesampainya di rumah sakit Fritz langsung menemui perawat yang bertugas.
“Adik anda baru saja pulang. Is tidak mau menginap di rumah sakit. Dokter terpaksa mengizinkannya,” ujar perawat itu.
“Hm, dia memang keras kepala. Baiklah kalau begitu, besok pagi sya akan menemuinya,” kata Fritz kecewa sambil memandang bunga yang terlanjur dibelinya.
Setibanya di rumah, udara terasa semakin dingin. Ketika Fritz hendak membuka pintu, terdengar suara kecil dari belakang.
“Tolong saya, saya tidak punya makanan untuk makan malam ini,” ujar suara itu memelas. Ternyata pemilik suara itu adalah suara anak lelaki yang berusia 14 tahun. Bajunya kumal dengan wajah mengundang iba.
“Aku tidak punya makanan. Apalagi uang. Tapi kalau kau mau bunga ini, ambillah,” ujar Fritz.
“Bunga tidak bisa di makan, tuan”
“Juallah. Kau pasti dapat uang.”
Untuk sejenak anak itu ragu-ragu. Akhirnya, bunga itu ia terima dan segera pergi.
Sepuluh tahun kemudian. Fritz telah lupa dengan peristiwa itu, hingga pada suatu hari.
Sore itu Fritz seperti biasa pulang kerja. Ketika di belokan jalan menuju rumahnya, ia keheranan. Tampak sebuah mobil bagus berwarana gelap, diparkir di depan rumahnya.
“Siapa pemilik mobil itu,” tanya Fritz dalam hati. Seingatnya tak seorang pun temannya yang mempunyai mobil seperti itu.
“Fritz, kau dicari sahabat lamamu.” Seru istrinya begitu melihat Fritz datang.
Di ruang tamu, tampak seorang anak muda dengan pakaian jas yang pantas. Fritz sama sekali tidak mengenalnya. Ia berusaha mengingat-ingat kawan lamanya dulu.
0 komentar:
Posting Komentar